BHI
Jumlah Gepeng di Jogja Meningkat
Rabu 29 Agustus 2012
Lebaran menjadi kesempatan emas bagi para gelandangan dan pengemis (gepeng) dalam mencari keuntungan. Moment ini dimanfaatkan oleh mereka untuk mencari sedekah karena menjelang lebaran biasanya banyak orang bersedekah sebagai penyempurna ibadah.
Menurut data dari Dinas Sosial Provinsi DIY, jumlah gepeng di Yogyakarta tahun ini mencapai 377 orang. Pada saat menjelang lebaran jumlah gepeng meningkat sekitar 40-50%. Mereka ini rata-rata merupakan wajah baru yang berasal dari luar DIY, seperti Magelang, Temanggung, dan Klaten. Namun juga ada yang merupakan warga asli DIY. Dalam melakukan profesinya para gepeng biasanya mangkal di tempat-tempat strategis, seperti di sekitar Monumen Jogja Kembali, Condong catur, jalan Jogja-Solo, Jombor, Jalan Godean, Alun-alun utara, Taman Pintar dan tempat-tempat lain. Demikian diungkapkan oleh Kasi Rehabilitasi Tuna Sosial (RTS) dan Korban Napza Dinsos Provinsi DIY, Drs. Fatchan, M.Si.
Sosiolog UGM, Oki Rahadianto, M.Si mengatakan fenomena gelandangan pengemis yang selalu membanjiri wilayah Yogyakarta pada saat lebaran adalah untuk memanfaatkan situasi karena banyaknya orang bersedekah. Timbulnya fenomena ini dipengaruhi dari beberapa aspek, yakni structural problem, cultural problem dan individual problem. Dilihat dari sisi struktural mereka melakukan profesi ini karena memang tidak ada cara lain untuk bisa survive. Oleh karena itu pemerintah harus memperluas kesempatan kerja bagi warganya. Sedangkan dari sisi cultural, fenomena gepeng terjadi karena memang sudah membudaya di daerah asal gepeng tersebut. Bahkan ditemukan ada suatu desa yang mayoritas warganya memang berprofesi sebagai pengemis. Sementara itu dari sisi individual, fenomena gepeng masih marak karena disebabkan oleh mental individu yang malas bekerja dan lebih menikmati menjadi pengemis karena dinilai lebih menguntungkan.
Melihat fenomena maraknya gelandangan dan pengemis (gepeng) pemerintah melalui dinas terkait melakukan upaya mengentaskan gepeng agar memiliki kehidupan yang lebih layak. Para gepeng ini dibina dan diberikan ketrampilan kerja. Dengan bekal ketrampilan tersebut mereka akan dipekerjakan di perusahaan yang telah ditunjuk sebagai mitra kerja Dinas Sosial Provinsi DIY. Untuk mengentaskan dan membina para gepeng, pemerintah menyediakan anggaran sebesar Rp.1 Milyar setiap tahunnya.
http://new.jogjatv.tv/berita/30/08/2012/bhi-jumlah-gepeng-di-jogja-meningkat
Jumlah Gepeng di Jogja Meningkat
Rabu 29 Agustus 2012
Lebaran menjadi kesempatan emas bagi para gelandangan dan pengemis (gepeng) dalam mencari keuntungan. Moment ini dimanfaatkan oleh mereka untuk mencari sedekah karena menjelang lebaran biasanya banyak orang bersedekah sebagai penyempurna ibadah.
Menurut data dari Dinas Sosial Provinsi DIY, jumlah gepeng di Yogyakarta tahun ini mencapai 377 orang. Pada saat menjelang lebaran jumlah gepeng meningkat sekitar 40-50%. Mereka ini rata-rata merupakan wajah baru yang berasal dari luar DIY, seperti Magelang, Temanggung, dan Klaten. Namun juga ada yang merupakan warga asli DIY. Dalam melakukan profesinya para gepeng biasanya mangkal di tempat-tempat strategis, seperti di sekitar Monumen Jogja Kembali, Condong catur, jalan Jogja-Solo, Jombor, Jalan Godean, Alun-alun utara, Taman Pintar dan tempat-tempat lain. Demikian diungkapkan oleh Kasi Rehabilitasi Tuna Sosial (RTS) dan Korban Napza Dinsos Provinsi DIY, Drs. Fatchan, M.Si.
Sosiolog UGM, Oki Rahadianto, M.Si mengatakan fenomena gelandangan pengemis yang selalu membanjiri wilayah Yogyakarta pada saat lebaran adalah untuk memanfaatkan situasi karena banyaknya orang bersedekah. Timbulnya fenomena ini dipengaruhi dari beberapa aspek, yakni structural problem, cultural problem dan individual problem. Dilihat dari sisi struktural mereka melakukan profesi ini karena memang tidak ada cara lain untuk bisa survive. Oleh karena itu pemerintah harus memperluas kesempatan kerja bagi warganya. Sedangkan dari sisi cultural, fenomena gepeng terjadi karena memang sudah membudaya di daerah asal gepeng tersebut. Bahkan ditemukan ada suatu desa yang mayoritas warganya memang berprofesi sebagai pengemis. Sementara itu dari sisi individual, fenomena gepeng masih marak karena disebabkan oleh mental individu yang malas bekerja dan lebih menikmati menjadi pengemis karena dinilai lebih menguntungkan.
Melihat fenomena maraknya gelandangan dan pengemis (gepeng) pemerintah melalui dinas terkait melakukan upaya mengentaskan gepeng agar memiliki kehidupan yang lebih layak. Para gepeng ini dibina dan diberikan ketrampilan kerja. Dengan bekal ketrampilan tersebut mereka akan dipekerjakan di perusahaan yang telah ditunjuk sebagai mitra kerja Dinas Sosial Provinsi DIY. Untuk mengentaskan dan membina para gepeng, pemerintah menyediakan anggaran sebesar Rp.1 Milyar setiap tahunnya.
http://new.jogjatv.tv/berita/30/08/2012/bhi-jumlah-gepeng-di-jogja-meningkat