Travelling
Kirab Budaya Bedhol Keprajan
Senin 17 September 2012
Yogyakartamerupakan
kota budaya yang memiliki obyek-obyek wisata unggulan yang sangat khas
dan tidak dapat dijumpai di tempat lain. Salah satu keunikan kota
Yogyakarta terletak pada tradisi dan budaya lokal yang masih terjaga
baik hingga saat ini. Warisan budaya ini menjadi senjata ampuh untuk
mengenalkan Yogyakarta di kancah nasional maupun internasional.
Selama
ini Yogyakarta dikenal indentik dengan Kraton Kasultanan Yogyakartaya.
Namun perlu diketahui bahwa di kota ini pernah berdiri Kerajaan Mataram
Islam sebagai cikal bakal Kraton Kasunanan Surakarta dan Kraton
Kasultanan Yogyakarta. Kerajaan Mataram Islam ini berpusat di Kotagede
yang terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta. Hingga kini
sisa-sisa bangunan sejarah Mataram Islam di Kotagede masih bisa
dijumpai.
Pemerintah menetapkan Kotagede sebagai kawasan cagar
budaya dan mengembangkan Kotagede sebagai tujuan wisata budaya dan
sejarah. Bangunan-bangunan di Kotagede yang memiliki ciri khas unik
dengan gang-gang sempitnya terus dijaga kelestariannya hingga kini.
Untuk
mengenang berdirinya Kerajaan Mataram Islam di Kotagede, masyarakat
setempat menggelar event budaya berupa kirab budaya Bedhol Kaprajan.
Acara tersebut digelar 7 September 2012 di Kotagede. Penyelenggara
acara adalah masyarakat Kotagede melalui Yayasan Pusdok atau Pusat Studi
Dokumentasi dan Pengembangan Budaya Kotagede bekerjasama dengan Dinas
Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Melalui kirab ini,
masyarakat Kotagede ingin menunjukkan eksistensinya sebagai keturunan
dari leluhur pada jaman Kerajaan Mataram Islam. Selain itu, juga ingin
menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa perkembangan Kotagede yang
terus melaju dari waktu ke waktu tidak sertamerta meninggalkan budaya
asli yang dimiliki. Inilah wujud jatidiri masyarakat Kotagede yang
sesungguhnya.
Selain
untuk menunjukkan eksistensi kebudayaan kotagede kirab budaya bedhol
kaprajan juga menjadi sebuah daya tarik wisata tersendiri. Selama ini
wisatawan hanya mengenal Kraton Kasultanan Yogyakarta saja. sehingga
melalui acara kirab budaya ini wisatawan akan tahu dan mengenal lebih
jauh tentang keberadaan sebuah Kerajaan Mataram Islam di kotagede yang
menjadi cikal bakal dari Kerajaan Kasunanan Suurakarta dan Kasultanan
Yogyakarta. Kirab bedhol keprajan juga menjadi media promosi wisata
untuk mengenalkan Kotagede kepada masyarakat luas.
Kirab
bedhol keprajan dimulai dari lapangan Karang Kotagede dan berakhir di
situs Watu Gilang. Perserta kirab ini terdiri dari beberapa kelompok
yang berasal dari masyarakat kota gede serta beberapa kelompok seni dan
budaya. Masyarakat dan wisatawan terlihat antusias menyaksikan kirab
budaya yang menyimpan makna sejarah ini.
Kirab
budaya ini merupakan wujud penghormatan kepada cikal bakal pendiri
Kerajaan Mataram Islam di Kotagede yakni Sutowijaya yang bergelar
Panembahan Senopati. Selain itu, kirab budaya ini juga memberikan
penyadaran dan pembelajaran sejarah bahwa masyarakat Kotagede saat ini
adalah keturunan dari masyarakat yang dulu didatangkan Sutowijaya dari
daerah lain untuk meramaikan pusat Kerajaan Mataram Islam di Kotagede.
Masyarakat Kotagede adalah masyarakat yang dulu ditinggalkan ketika raja
dan para kerabatnya pindah ke kraton baru di Plered.
Dalam kirab
budaya bedhol kaprajan tersebut dibawa simbol-simbol yang mengambarkan
awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam di Kotagede yaitu ketika
Sutawijaya memboyong Kerajaan Pajang untuk membangun sebuah kerajaan
baru di Kotagede. Disamping memboyong pusaka-pusaka kerajaan,
Sutowijaya juga membawa kebudayaan dari Kerajaan Pajang. Semua benda
yang diboyong itu diperagakan peserta kirab dalam acara bedhol kaprajan
ini.
Sebuah
kelompok drum band bermain mengawali barisan kirab kemudian disusul
bregodo pengawal Kerajaan Mataram. Setelah itu dilanjutkan para sentono
atau keluarga dekat Sutowijaya yaitu mbok emban atau pelayan
perempuan, dan kerabat dekat yang membawa alat-alat rumah tangga seperti
dandang, dahkinang, kecohan, paidon dan lain-lain.
Selanjutnya
disusul kelompok inti dari bedhol kaprajan yaitu tokoh Sutowijaya
berkuda membawa replika tombak kyai pleret, Ki Ageng Pemanahan berkuda
membawa replika keris kyai sengkelat, Ki Juru Mertani berkuda membawa
replika keris nagasasra sabuk inten dan barisan alim ulama yang dikawal
oleh bregodo khusus pengawal.
Peserta
kirab selanjutnya adalah empat kelompok pembawa pusaka. Terdiri dari
empat satria yang membawa pusaka gong Kyai Sekar Delima, myang kendhali
kyai macan guguh, jathayu cekathikan, dan songsong kebesaran bersusun
tiga, serta ditambah beberapa prajurit membawa dampar kencana atau
singgasana raja.
Di belakang rombongan inti kirab adalah kelompok
pembawa peralatan kerajaan. Kelompok ini menceritakan prajurit-prajurit
boyongan yang membawa bangunan bangsal pendopo, tiang kayu istana, dan
seperangkat gamelan. Kelompok terakhir dari kirab ini adalah barisan
abdi dalem yang memikul sepasang gunungan lanang dan wadon.
Gunungan
adalah symbol sedekah raja kepada rakyatnya. Dalam upacara bedhol
kaprajan ini isi dan susunan gunungan adalah bungkusan-bungkusan dari
daun jati dilambari daun pisang berisi nasi bancakan khas kesukaan
Panembahan Senopati. Bungkusan ini berupa nasi gudangan, srundeng, gereh
pethek, kacang abang, kacang tholo, dele ireng goring, sambel tempe
goring, dan telur goreng. Kedua gunungan ini pada akhir acara akan
dibagikan kepada masyarakat tanpa harus berebut sebagai simbol
penghormatan bahwa Panembahan Senopati selalu bertindak adil dan
bijaksana dalam memberikan pengayoman kepada rakyatnya. Namun sayang,
sebelum gunungan dibagikan sudah direbut oleh warga yang hadir.
http://new.jogjatv.tv/berita/19/09/2012/travelling-kirab-budaya-bedhol-keprajan