Blusukan
Cemara Udang: The Green Wind Breaker
Rabu 19 September 2012
Beberapa
waktu terakhir efek pemanasan global telah menyebabkan kenaikan air
laut akibat melelehnya es di kutub. Gelombang pasang menggerus pasir di
pesisir pantai sehingga menyebabkan garis pantai semakin menyempit.
Banyak hal yang mempengaruhi, ketika atmosfer memanas maka lapisan
permukaan lautan juga akan memanas. Hal tersebut menyebabkan naiknya
tinggi permukaan laut. Pemanasan global telah menyebabkan melelehnya es
di kutub. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat hingga
25 centimeter selama abad ke-20 dan naik hingga mendekati satu meter
pada abad 21.
Perubahan
tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai.
Kenaikan air setinggi satu meter dikhawatirkan akan menenggelamkan
beberapa daerah dan pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai dan bukit
pasir meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai banjir
akibat air pasang akan meningkat di daratan.
Kerusakan
yang terjadi di kawasan pantai selatan Yogyakarta setidaknya telah
menggugah masyarakat untuk lebih memperhatikan alam. Menanam pohon
adalah solusi terbaik untuk mengatasi pemanasan global. Pohon dapat
menyerap gas karbondioksida di udara sehingga mengurangi peningkatan
suhu di atmosfer.
Langkah
masyarakat dalam menjaga kelestarian ekosistem pesisir pantai memang
telah menunjukkan hasil yang baik, seperti yang dilakukan oleh warga
pesisir pantai Patehan Gadingsari terutama dalam pengelolaan kawasan
pesisir. Pohon yang ditanam di daerah pesisir pantai adalah jenis cemara
udang. Suku cemara-cemaraanatau casuarinaceae
terdiri dari sekitar 70 jenis. Sebagian besar suku ini terdapat di
belahan bumi selatan terutama di wilayah tropis termasuk Indo-Malaysia,
Australia, dan kepulauan Pasifik. cemara adalah tanaman hijau yang
sepintas disangka sebagai tusam karena rantingnya yang beruas pada dahan
besar, terlihat seperti jarum dan buahnya mirip runjung kecil. Cemara
mempunyai bunga, jantan dan betina. Bunga betina tampak seperti berkas
rambut kecil dan kemerah-merahan.
Pantai
Goa Cemara terletak di Dusun Patehan, Gadingsari, Kecamatan Ssanden
Kabupaten Bantul. Disebut Goa Cemara karena di sepanjang pantai
ditumbuhi rerimbunan pohon cemara udang yang membentuk lorong di
tengah-tengahnya mirip seperti goa.
Penanaman
pohon cemara berawal dari pemikiran warga untuk mencegah pengikisan
pasir pantai. Salah satunya adalah dengan memecah angina (wind breaker)
sehingga angina tidak masuk ke daratan. Warga setempat memilih tanaman
cemara udang atau casuarina equessetifolia yang
mampu menahan angin dan dapat hidup di pesisir pantai. Penanaman cemara
udang di kawasan pesisir selatan Yogyakarta ini merupakan upaya
konservasi dari abrasi air laut. Cemara udang yang memiliki akar tunjang
ini mampu mencengkeram tanah dan pasir sehingga menjadi benteng alam
dari terjangan ombak samudra hindia. Bentuk pantai yang curam menjadi
bukti alam bahwa kawasan pantai di Kabupaten Bantul ini rawan abrasi.
Wind
breaker yang dibuat oleh warga pesisir pantai goa cemara ini sedikit
banyak telah mempengaruhi pertanian mereka. Sebelumnya tanaman pertanian
lahan pasir di pesisir pantai selatan Yogyakarta tidak membuahkan hasil
yang maksimal. Angin laut mengganggu pertumbuhan tanaman bahkan malah
merusak tanaman. Namun sekarang, berkat pohon cemara udang yang mereka
tanam maka hasil pertanian di lahan pasir bisa lebih maksimal.
Saksikan selengkapnya dalam Blusukan, Rabu 19 September 2012 Pukul 19.30 WIB
Thursday, September 20, 2012
Cemara Udang The Green Wind Breaker
Wednesday, September 19, 2012
BHI - Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
BHI
Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Sabtu 15 September 2012
Secara struktural perempuan sering mendapatkan perlakuan diskriminatif. Hal ini tidak lepas dari budaya patriarki yang memposisikan perempuan sebagai kelas ke dua atau subordinat dari laki-laki. Kebijakan pemerintah yang termanisfestasi dalam produk hukum pun masih belum berpihak pada kaum perempuan, misalnya Perda Prostitusi di Bantul.
Perlakuan diskriminatif terhadap perempuan tidak selamanya dilakukan oleh laki-laki, namun ada juga yang dilakukan oleh sesama perempuan. Bahkan secara sistemik, diskriminatif terhadap perempuan sudah membudaya, misalnya siswi hamil dilarang ikut ujian, perempuan dilarang keluar malam hari, perempuan harus sunat dan lain-lain. Bahkan, buku-buku pelajaran SD yang memuat tulisan ibu menanak nasi, bapak membaca koran juga dinilai mendidik anak untuk menempatkan posisi perempuan sebagai kelas ke dua. Demikian dikatakan oleh Bagian Pengembangan Program LSM “Satu Nama” Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) Asteria Metta.

Budaya patriarki yang melekat kuat dalam masyarakat inilah yang harus dibenahi agar perempuan mendapatkan haknya sama dengan laki-laki. Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) saat ini sedang mengawal Perda perlindungan korban kekerasan dan mendorong berbagai macam advokasi, misalnya hak perempuan mendapatkan aborsi yang aman dan legal. Legalitas aborsi mencuat menyusul banyaknya korban pemerkosaan di bawah umur. Perempuan korban perkosaan ini biasanya tidak mau hamil karena secara sosial mendapat cibiran dari masyarakat sekitar. Oleh karena itu, korban kemudian menggugurkan janin dalam kandungannya dengan cara tidak aman. Lain halnya jika ada kebijakan yang melindungi hak reproduksi perempuan maka kasus aborsi tidak aman tidak akan terjadi.
Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) merupakan jaringan yang anggotanya terdiri dari individu ataupun LSM di Yogyakarta dan luar Yogyakarta. JPY concern terhadap issu perempuan dan anak. Sebagai jaringan, JPY mengupayakan advokasi hingga terjadi perubahan di tingkat kebijakan.

Kepala Departemen Advokasi LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin mengatakan, “Dalam ilmu kriminologi perempuan adalah kaum rentan yang sering menjadi korban kekerasan”. Maka sudah sewajarnya hukum memberikan perlindungan lebih kepada kaum perempuan. Perempuan harus didorong agar berkembang sama seperti laki-laki dan tidak dibatasi ruang lingkupnya. Budaya patriarki yang menempatkan perempuan pada posisi lemah harus dibenahi agar perempuan mampu mengutarakan pendapatnya. Saat ini LBH sedang mengawal proses legislasi DPR agar seluruh produk hukum yang berkaitan dengan perempuan bisa memberikan perlindungan terhadap perempuan. Selain itu LBH memberikan bantuan hukum kepada perempuan korban kekerasan tanpa memungut biaya.
http://new.jogjatv.tv/berita/18/09/2012/bhi-anti-kekerasan-terhadap-perempuan
Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Sabtu 15 September 2012
Secara struktural perempuan sering mendapatkan perlakuan diskriminatif. Hal ini tidak lepas dari budaya patriarki yang memposisikan perempuan sebagai kelas ke dua atau subordinat dari laki-laki. Kebijakan pemerintah yang termanisfestasi dalam produk hukum pun masih belum berpihak pada kaum perempuan, misalnya Perda Prostitusi di Bantul.
Perlakuan diskriminatif terhadap perempuan tidak selamanya dilakukan oleh laki-laki, namun ada juga yang dilakukan oleh sesama perempuan. Bahkan secara sistemik, diskriminatif terhadap perempuan sudah membudaya, misalnya siswi hamil dilarang ikut ujian, perempuan dilarang keluar malam hari, perempuan harus sunat dan lain-lain. Bahkan, buku-buku pelajaran SD yang memuat tulisan ibu menanak nasi, bapak membaca koran juga dinilai mendidik anak untuk menempatkan posisi perempuan sebagai kelas ke dua. Demikian dikatakan oleh Bagian Pengembangan Program LSM “Satu Nama” Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) Asteria Metta.

Budaya patriarki yang melekat kuat dalam masyarakat inilah yang harus dibenahi agar perempuan mendapatkan haknya sama dengan laki-laki. Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) saat ini sedang mengawal Perda perlindungan korban kekerasan dan mendorong berbagai macam advokasi, misalnya hak perempuan mendapatkan aborsi yang aman dan legal. Legalitas aborsi mencuat menyusul banyaknya korban pemerkosaan di bawah umur. Perempuan korban perkosaan ini biasanya tidak mau hamil karena secara sosial mendapat cibiran dari masyarakat sekitar. Oleh karena itu, korban kemudian menggugurkan janin dalam kandungannya dengan cara tidak aman. Lain halnya jika ada kebijakan yang melindungi hak reproduksi perempuan maka kasus aborsi tidak aman tidak akan terjadi.
Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) merupakan jaringan yang anggotanya terdiri dari individu ataupun LSM di Yogyakarta dan luar Yogyakarta. JPY concern terhadap issu perempuan dan anak. Sebagai jaringan, JPY mengupayakan advokasi hingga terjadi perubahan di tingkat kebijakan.

Kepala Departemen Advokasi LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin mengatakan, “Dalam ilmu kriminologi perempuan adalah kaum rentan yang sering menjadi korban kekerasan”. Maka sudah sewajarnya hukum memberikan perlindungan lebih kepada kaum perempuan. Perempuan harus didorong agar berkembang sama seperti laki-laki dan tidak dibatasi ruang lingkupnya. Budaya patriarki yang menempatkan perempuan pada posisi lemah harus dibenahi agar perempuan mampu mengutarakan pendapatnya. Saat ini LBH sedang mengawal proses legislasi DPR agar seluruh produk hukum yang berkaitan dengan perempuan bisa memberikan perlindungan terhadap perempuan. Selain itu LBH memberikan bantuan hukum kepada perempuan korban kekerasan tanpa memungut biaya.
http://new.jogjatv.tv/berita/18/09/2012/bhi-anti-kekerasan-terhadap-perempuan
Subscribe to:
Posts (Atom)