BHI
Mengapresiasi Batik Tulis Sebagai Karya Seni
Kamis 27 September 2012
Seiring
perkembangan teknologi telah ditemukan terobosan dalam pembuatan batik
secara besar-besaran. Perkembangan teknologi ini nyata-nyata menggeser
keberadaan batik tulis yang proses pembuatannya memerlukan waktu cukup
lama. Hadirnya industri batik memunculkan adanya batik palsu yang
menjadi rival batik asli.
Teknologi telah memunculkan adanya batik
cap, batik printing, duplex print maupun tekstil motif batik. Sekilas,
batik palsu tersebut mirip sekali dengan batik tulis karena memang
dibuat semirip mungkin dengan aslinya. Namun jika dicermati, batik palsu
goresannya tidak pas dan terkesan kaku. Di samping itu, antara sisi
luar dan sisi dalamnya juga tidak sama. Berbeda dengan batik asli yang
antara sisi luar dan dalamnya tetap sama dan goresan motifnya terlihat
luwes. Demikian dijelaskan oleh Anggota Dewan Kebudayaan yang juga
praktisi batik, Haryani Winotosastro.
Menyikapi
maraknya batik palsu dibutuhkan perhatian pemerintah untuk memberi
label pada setiap produk batik agar konsumen tidak tertipu. Dalam hal
ini perajin maupun pedagang batik harus jujur dalam mencatumkan label
pada produknya, misalnya label batik tulis, cap, printing, tekstil motif
batik, batik kombinasi maupun duplex print. Jenis yang terakhir ini
merupakan batik printing namun antara sisi luar dan dalam sama persis
sehingga menyerupai batik tulis. Untuk itu dibutuhkan labelisasi yang
jujur agar konsumen tidak menjadi korban penipuan.
Harga batik non
tulis memang lebih murah sehingga banyak konsumen yang terpikat. Namun
masyarakat harus sadar bahwa batik tulis adalah warisan budaya yang
harus dijaga. Menurut Owner Apip Batik, Afif Syakur, “Batik Indonesia
memiliki falasah tinggi dan berbeda dengan batik dari negara-negara lain
yang tanpa makna.” Menurutnya membuat batik tulis adalah memberi nyawa
dalam selembar kain. Setiap goresan batik memiliki makna religius dan
budaya agar pemakainya menjadi mulia.
Bahkan
bagi masyarakat Jawa batik adalah bagian hidup manusia. Sejak manusia
lahir hingga meninggal selalu menggunakan batik. Mengingat begitu
pentingnya batik dalam kehidupan manusia maka tidak etis jika batik
tulis digantikan dengan batik palsu. Sebagai pewaris budaya, masyarakat
harus berpartisipasi turut melestarikan batik asli dengan memakai batik
tulis dalam setiap kesempatan. Batik tulis tidak selalu mahal, misalnya
batik madura, dan batik bantulan adalah batik tulis yang harganya
berkisar di bawah Rp.100.000. Batik tulis membuat pemakainya tampak
elegan karena dalam setiap goresan batik tulis terkandung harapan
mulia.