BHI
Menjaga Perdamaian di City Of Tolerance
Selasa 4 Oktober 2012
Yogyakartadisebut sebagai City of Tolerance karena kota ini mampu 
menjaga toleransi antar suku dan agama yang bernafas di kota ini. Oleh 
karena itu tidak mengherankan bahwa Yogyakarta menjadi barometer dalam 
hal toleransi dan perdamaian. Di kota ini segala permasalahan masih bisa
 didialogkan sehingga tidak sampai terjadi konflik.
Situasi kondusif di Yogyakarta dipengaruhi oleh tiga pilar, yakni 1) 
kraton sebagai center of culture. Apapun yang diungkapkan Sultan 
biasanya menjadi pegangan masyarakat dalam bertindak. 2) Perguruan 
tinggi di Yogyakarta cukup populis. 3) tokoh-tokoh agama di Yogyakarta 
sangat proaktif dalam menghadapi hal-hal yang mengarah konflik. Demikian
 disampaikan oleh Ketua Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) KH. Abdul
 Muhaimin.

Konflik yang bersumber dari masalah agama saat ini sering muncul. 
Sebenarnya konflik ini tidak semata-mata berakar dari masalah agama 
namun lebih disebabkan oleh persoalan sosial. Dulu para wali sangat 
menerima kehadiran aliran syiah di nusantara. Mereka tidak dianggap 
kafir tetapi ideologinya tidak boleh dikembangkan. Sedangkan budayanya 
diijinkan berkembang di nusantara, misalnya tradisi membuat jenang suran
 di Yogyakarta. Ini adalah warisan budaya yang berasal dari Syiah. Dulu 
masuknya aliran syiah di nusantara tidak menimbulkan konflik karena Wali
 Songo mempunyai strategi budaya yang tepat untuk menampung semua aliran
 agama yang ada di nusantara. Sementara itu, konflik antar aliran agama 
yang terjadi saat ini disebabkan karena para ulama tidak mempunyai 
strategi budaya seperti pada jaman Wali Songo.
Menurut Guru besar Fakultas Hukum&Tim Ahli Pusat Studi Pancasila 
UGM, Prof.DR.Sudjito,SH,MSi, maraknya aksi-aksi brutal di beberapa 
daerah dipengaruhi oleh pola pikir parsialistik. Masing-masing kelompok 
berpikir menurut logikanya sendiri-sendiri. Untuk mengatasi situasi 
brutal ini dibutuhkan pola pikir holistic dan berlandaskan pancasila.

Pancasila yang mengakomodasi nilai-nilai religius, kebenaran, 
kemanusiaan, persatuan dan keadilan saat ini perlu diangkat kembali agar
 menjadi pegangan hidup masyarakat. Namun demikian, penanaman nilai 
pancasila harus menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan konteks 
jaman sekarang. Pancasila harus ditanamkan sejak dini mulai dari 
lingkungan keluarga. Nilai toleransi harus lebih dikuatkan agar tercipta
 kedamaian. Selain itu, pemerintah daerah harus berperan serta 
menciptakan perdamaian dengan membuat kebijakan yang kondusif sehingga 
masyarakat tidak akan saling mencaci. Yang lebih utama, masyarakat harus
 mewaspadai factor eksternal yang bisa menyebabkan perpecahan bangsa. 
Para tokoh pendidik dan ulama harus peka terhadap masuknya ideologi yang
 membawa paham individual liberal yang tidak sesuai dengan falsafah 
bangsa.
http://new.jogjatv.tv/berita/07/09/2012/bhi-menjaga-perdamaian-di-city-tolerance
 
 
 
 
