Yogyakarta, www.jogjatv.tv - Stigma bahwa ABK atau difabel hanya menjadi beban orang tua, tampaknya tidak relevan lagi seiring direalisasikannya berbagai program pemberdayaan bagi ABK, baik melalui sektor formal maupun informal. Upaya pembinaan dan pemberdayaan formal bagi siswa berkebutuhan khusus, salah satunya ditunjukkan SLB Negeri Pembina Yogyakarta, melalui bengkel-bengkel kerja yang menghasilkan beragam jenis kerajinan nan cantik dan bernilai ekonomis.
Siapa sangka bila karya-karya kerajinan nan cantik, menarik dan layak jual ini, merupakan buatan tangan para siswa SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Melalui bimbingan dan program pembinaan secara tepat, anak-anak difabel tersebut, berhasil diberdayakan menjadi calon-calon perajin handal, sesuai minat dan bakat masing-masing. Seperti membuat kerajinan kayu, keramik, tekstil termasuk membatik, tata rias, tata busana dan kuliner. Di SLB Negeri Pembina Yogyakarta, yang khusus menangani ABK Tuna Grahita dan Autis, para siswa yang terdiri dari jenjang TK sampai SMA, diajarkan untuk merangsang kemampuan otaknya, pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya lebih pada kejuruan atau keterampilan. Di tingkat SMP mereka mulai diobservasi oleh para guru, untuk masuk pada jurusan-jurusan yang tepat sesuai kompetensinya, sekaligus mendapatkan materi yang terdiri dari 40% praktikum keterampilan, dan 60% teori. Kemudian di tingkat SMA, porsi praktikum semakin besar yakni menjadi 70% dan sisanya teori. Sehingga waktu mereka di jenjang SMA, banyak dihabiskan di bengkel-bengkel kerja, seperti bengkel busana, bengkel perkayuan dan bengkel keramik, hingga otomotif. Bahkan untuk siswa dengan tingkat intelegensi tertentu, diarahkan pada keterampilan bidang informasi teknologi atau IT.
Kelebihan siswa ABK yang selalu fokus pada pekerjaannya, selama hal tersebut digemari olehnya, membuat hasil karya yang dihasilkan cukup maksimal, meski terkadang memakan waktu lebih lama dalam pembuatannya. Namun kenyataannya, produk-produk yang diciptakan oleh mereka, tidak kalah bersaing dengan produk-produk komersil. Melihat kenyataan ini, bijak kiranya untuk tidak mengesampingkan potensi dan keberadaan mereka sebagai individu produktif, sebagai ciptaan Tuhan yang juga memiliki hak yang sama dengan individu lain pada umumnya.
Edna-Fina
Siapa sangka bila karya-karya kerajinan nan cantik, menarik dan layak jual ini, merupakan buatan tangan para siswa SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Melalui bimbingan dan program pembinaan secara tepat, anak-anak difabel tersebut, berhasil diberdayakan menjadi calon-calon perajin handal, sesuai minat dan bakat masing-masing. Seperti membuat kerajinan kayu, keramik, tekstil termasuk membatik, tata rias, tata busana dan kuliner. Di SLB Negeri Pembina Yogyakarta, yang khusus menangani ABK Tuna Grahita dan Autis, para siswa yang terdiri dari jenjang TK sampai SMA, diajarkan untuk merangsang kemampuan otaknya, pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya lebih pada kejuruan atau keterampilan. Di tingkat SMP mereka mulai diobservasi oleh para guru, untuk masuk pada jurusan-jurusan yang tepat sesuai kompetensinya, sekaligus mendapatkan materi yang terdiri dari 40% praktikum keterampilan, dan 60% teori. Kemudian di tingkat SMA, porsi praktikum semakin besar yakni menjadi 70% dan sisanya teori. Sehingga waktu mereka di jenjang SMA, banyak dihabiskan di bengkel-bengkel kerja, seperti bengkel busana, bengkel perkayuan dan bengkel keramik, hingga otomotif. Bahkan untuk siswa dengan tingkat intelegensi tertentu, diarahkan pada keterampilan bidang informasi teknologi atau IT.
Kelebihan siswa ABK yang selalu fokus pada pekerjaannya, selama hal tersebut digemari olehnya, membuat hasil karya yang dihasilkan cukup maksimal, meski terkadang memakan waktu lebih lama dalam pembuatannya. Namun kenyataannya, produk-produk yang diciptakan oleh mereka, tidak kalah bersaing dengan produk-produk komersil. Melihat kenyataan ini, bijak kiranya untuk tidak mengesampingkan potensi dan keberadaan mereka sebagai individu produktif, sebagai ciptaan Tuhan yang juga memiliki hak yang sama dengan individu lain pada umumnya.
Edna-Fina